Langsung ke konten utama





Charmolipi

Senyum sebelum engkau tertidur
aku menjelma menjadi tiang kokoh 
menjulang menyanggah langit biru
bergumam tatkala air yang mengalir hanyalah cinta dari semerdu purnama

Aku tertidur dari fana waktu 
meninggalkan jejek-jejak yang terkulai
memandang senjakala pudar hingga menghilang
melambai dalam mimpi, memeluk harapan 
hingga ia meraung terjerat oleh urat-urat waktu

Terperanjatlah awan-awan itu telah meleleh 
hingga menurunkan warna abu-abu
sedang wajah Artemis pudar di kening bulan

Senyum sebelum engkau tertidur
aku menjelma menjadi suara
meraba setiap nadi melepaskan diam
menari di kelopak bunga annemone 
melukis wajah Dionisos meneguk segelas Vodka di gaun ku

Aku membentangkan layar
tapi berenang di dalam madu yang mengalir dari mata mu
hingga tenggelam dan terbangun saat kau terpejam

Burung camar adalah aku
mengepakkan sayap hingga ujung samudera
hingga aku terbangun saat membuka mata

Senyum sebelum engkau tertidur
tidak ada lagi madu yang mengalir dari mata mu
tumbuh bunga dengan kelopak nya hampir menutupi wajah dengan warna jingga
benang sari nya memancarkan segumpal cahaya

Setiap kalimat adalah aku
hingga sepasang bibir sedang bercumbu
menjadi sepotong rindu hingga secangkir cinta

Aku membentangkan sayap
tapi berjalan melukis wajah mu dengan jejek kaki
hingga mengalirkan airmata
berharap kau tenggelam di dalam nya

Senyum sebelum engkau tertidur
aku menjelma menjadi warna
mengutuk hujan yang membuatnya pudar
terbentang memeluk kilau cahaya

aku menjadi kumpulan merpati
meletakkan nyawa di nafas kota
Menjadi nafas
              Menjadi kota
                            Menjadi-jadi
                                          Menjadi itu
Hingga menjelma menjadi dirimu

Aku katakan letak
Ada
      Tiada
aku menjelma menjadi aku
engkau rindu aku menjelma menjadi kelabu
hingga aku dan engkau menjelma menjadi puisi

Senyum sebelum engkau tertidur
aku menjelma menjadi waktu
aku menjadi fana
lalu aku menjadi aku
hingga aku menjadi abadi

Menghisap cahaya dari bunga yang mekar di matamu
hingga kau redup melepaskan sunyi dari akar-akar kau ukir nama ku
tertera sentuhan tangan mu yang usang
menjamah bulan hingga engkau membusuk diudara

Melihat aku dengan matamu
berbicara dengan jari-jarimu yang mengering
aku dan engkau berjalan berlawanan
engkau berjalan diudara tanpa jejak tanpa melukis wajah ku

Engkau terjatuh dengan kedua kaki dan kedua tangan mu yang meninggalkan luka
berjalan diudara di topang kawanan kumbang
mereka perlahan menghisap madu di mata mu

Senyum sebelum engkau tertidur
aku menjelma menjadi angin dan badai
ku hempaskan tubuhmu hingga terjatuh
dengan kedua kaki dan tangan mu lenyap melukis jejak

Aku tenggelam di dalam tanah yang tandus
memandang engkau kembali terbang keudara
tanpa jejak tanpa melukis wajahku
aku terpejam hingga tenggelam semakin jauh

Senyum sebelum engkau tertidur
aku menjelma menjadi air mata mu
aku terbangun saat menatapmu bersayap dari daun dan jerami
hingga melukis wajahku di kening bulan dengan mulutmu
hingga aku terbuai dan menjelma menjadi abu
lenyap, lalu engkau merangkul serpihan ku
aku abadi menjelma menjadi karyamu.



@setajam_pena, Banjarmasin 2020

             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Siul enggang Waja sampai kaputing ucapmu: dalam dekapan malam di topang kilatan cahaya bersayapkan ranting dan daun berwajah adat dan budaya Hidup dalam kehidupan berkedip untuk menghidupkan Jika pohon dan ranting jatuh di hempas angin daun tak lagi hijau, kumbang memilih mati dan burung yang terbang tak kembali pulang angka-angka berserakan Tempat menghadap Tuhan akan sepi bayi tak lagi mampu menghadap matahari tawa bersembunyi dalam lengkingan sunyi tubuh bergelempangan berenang dengan darah, di sudut jalan tanpa kafan Yaa apang yaa umang salammu kepada gagak suaramu di dalam selusup kayu pepatahmu mematah asa dimana kau berpijak di situ langit kau junjung Amarahmu di dalam kening bumi senyummu di dalam dekapan cakrawala tangismu bersembunyi di dalam tangisku diammu bersemayam bersama setiap nafasku Yaa apang ya umang acungkan sebilah mandau dalam laju punggung angin amarahku adalah amarahmu lukaku...
Jum'at kelabu Malam yang menyala tanah-tanah murka menumbuhkan anarki bising balai perundingan sorak-sorai menjadi tangis bagi murai yang tersesat dalam sarangnya sendiri Mereka melangkah dengan sejuta dendam melukis luka, meluapkan amarah tanpa sadar yang mereka bakar adalah batang tubuh yang nantinya akan menjadi air mata dalam surat kabar usang di emperan jalan Dalam tidurpun anak-anak hingga balita takut untuk bermimpi padi-padi dari harapan petani menjadi bayang-bayang kesedihan dalam sudut manapun kita sudah menjadi rumpun-rumpun jerami yang rapuh Malam ku menjelma menjadi duka tatkala senja menjadi merah menyala memuntahkan asap-asap dan jerit ibu dengan gaun robek yang berusaha keluar dari dapur pertapaan Menang mu menjadi abu               Kalah mu menjadi abu                          Benar mu menjadi abu     ...
Tersenyum Di atas sebatang kayu mahkota nenek moyang ku di dasar batu-batu yang terukir peradaban di dalam belaian dahan-dahan yang menjadi saksi antara aku dan engkau Ku lukis keresahan ku di atas langit malam tanpa bintang tatapan bulan tanpa pernah berkedip serta ilalang yang tak pernah mengeluh maupun terus di hempas angin Aku kabarkan kembali kepadaku kepada jiwa yang hampir mati kepada rasa yang tak lagi mampu meraba kepada nafas yang tak lagi mampu di rasa kepada jantung yang tak lagi mampu bernada Aku ungkapkan kekesalanku di atas padang yang gersang kepada keindahan yang tak nyata kepada senyum yang pandai bersandiwara kepada hidup tanpa cinta @setajam_pena, puncak manjay 13 oktober 2019