Waja sampai kaputing ucapmu:
dalam dekapan malam
di topang kilatan cahaya
bersayapkan ranting dan daun
berwajah adat dan budaya
Hidup dalam kehidupan
berkedip untuk menghidupkan
Jika pohon dan ranting jatuh di hempas angin
daun tak lagi hijau, kumbang memilih mati
dan burung yang terbang tak kembali pulang
angka-angka berserakan
Tempat menghadap Tuhan akan sepi
bayi tak lagi mampu menghadap matahari
tawa bersembunyi dalam lengkingan sunyi
tubuh bergelempangan berenang dengan darah,
di sudut jalan tanpa kafan
Yaa apang yaa umang
salammu kepada gagak
suaramu di dalam selusup kayu
pepatahmu mematah asa
dimana kau berpijak
di situ langit kau junjung
Amarahmu di dalam kening bumi
senyummu di dalam dekapan cakrawala
tangismu bersembunyi di dalam tangisku
diammu bersemayam bersama setiap nafasku
Yaa apang ya umang
acungkan sebilah mandau dalam laju punggung angin
amarahku adalah amarahmu
lukaku adalah sakitmu
Di saat embun menjadi merah
kabut dan batang ta bernyawa
hutan-hutan di papah
sungai menangis dalam teriakan nya
O, datung ayuh, jata, datung sumalih hadirlah
kambang lilihi di pingkut balian dalam lalaya
batandik bakaliling ucap mantra mantra
Senyumku adalah ramahmu
tangisku tumpahlah darahmu
murkaku habislah setiap sekat dalam nadimu
Akan kubiarkan diriku terbuai, dan menari dalam melodi malam
di antara mantra dan doa
kembali ku biarkan mata mandau ku
bermandikan airmata dan darah
Oh, sanginduyung di
tengah malam dalam bisikan alam
galuh yayang babisik dalam angin malam
Oh, taring ku adalah taringmu
cakarku dalam gengamanmu
tajam tombak ku setajam matamu
@setajam_pena (Banjarmasin 27 juni 2019)
Komentar
Posting Komentar