Langsung ke konten utama

Jum'at kelabu

Malam yang menyala
tanah-tanah murka menumbuhkan anarki
bising balai perundingan sorak-sorai menjadi tangis
bagi murai yang tersesat dalam sarangnya sendiri

Mereka melangkah dengan sejuta dendam
melukis luka, meluapkan amarah
tanpa sadar yang mereka bakar adalah batang tubuh
yang nantinya akan menjadi air mata dalam surat kabar usang di emperan jalan

Dalam tidurpun anak-anak hingga balita takut untuk bermimpi
padi-padi dari harapan petani menjadi bayang-bayang kesedihan
dalam sudut manapun kita sudah menjadi rumpun-rumpun jerami yang rapuh

Malam ku menjelma menjadi duka
tatkala senja menjadi merah menyala
memuntahkan asap-asap dan jerit ibu dengan gaun robek yang berusaha keluar dari dapur pertapaan


Menang mu menjadi abu
              Kalah mu menjadi abu
                         Benar mu menjadi abu
                                    Salah mu menjadi abu

Setiap langkah dari jejak mu adalah luka
aib bagi leluhur di atas tanah nusa kencana
masih mengalir air mata diurat-urat peradaban 
masih menjadi persoalan sedih, sisa dari puing-puing yang lirih menahan sakit luka bakar
hingga bulan meleleh mengalirkan darah di atas bumi nusa kencana

Putera-putera banua yang gembira
            Putera-putera banua yang celaka
                        putera-putera banua yang menang
                                    Putera-putera banua yang kalah

Bendera-bendera berkibar menjadi suci kebanggaan
baju-baju menjadi perisai hak untuk di bela
anak-anak banua merubung melangkah yakin jika benar
senjata-senjata tak segan menumpahkan darah air mata nenek moyang

Kota seribu sungai telah menyimpan segumpal duka dalam setiap sudut nya
sungai-sungai yang damai menjadi perih
setiap dasar kening hingga pusaran air mata

Malam kelabu
gedung-gedung menjadi sasaran untuk dibakar
setiap sudut kota adalah arena peperangan
taman hijau kota menjadi saksi bisu mengalirnya darah anak-anak banua

Api menumbuhkan luka
       Tanah menumbuhkan luka
                  Tubuh menumbuhkan luka
                              Benar menumbuhkan luka

Jum'at kelabu
Hingga cinta hangus menjadi abu



@setajam_pena, Banjarmasin 23 mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Siul enggang Waja sampai kaputing ucapmu: dalam dekapan malam di topang kilatan cahaya bersayapkan ranting dan daun berwajah adat dan budaya Hidup dalam kehidupan berkedip untuk menghidupkan Jika pohon dan ranting jatuh di hempas angin daun tak lagi hijau, kumbang memilih mati dan burung yang terbang tak kembali pulang angka-angka berserakan Tempat menghadap Tuhan akan sepi bayi tak lagi mampu menghadap matahari tawa bersembunyi dalam lengkingan sunyi tubuh bergelempangan berenang dengan darah, di sudut jalan tanpa kafan Yaa apang yaa umang salammu kepada gagak suaramu di dalam selusup kayu pepatahmu mematah asa dimana kau berpijak di situ langit kau junjung Amarahmu di dalam kening bumi senyummu di dalam dekapan cakrawala tangismu bersembunyi di dalam tangisku diammu bersemayam bersama setiap nafasku Yaa apang ya umang acungkan sebilah mandau dalam laju punggung angin amarahku adalah amarahmu lukaku...
Tarian kematian Di punggung bumi   belulang moyang kami berkubur: Adalah tempat ku berkaca Menjawab pertanyaan si enggang Dengan bangkai-bangkai dunia Yang mati meneguk wisa ke pembuluh raga Di punggung bumi belulang moyang kami berkubur: Adalah tangis wajah ibu bumi Menahan perih akibat luka Dan darah   mengalir diantara tanah-tanah yang rekah Di punggung bumi belulang moyang kami berkubur: Aku mandikan sebilah Mandau Dengan darah Bersama mantra dan doa Untuk menjawab pertanyaan mu Duhai mereka yang akan menjadi bangkai berikut nya Di punggung bumi belulang moyang kami berkubur: Tempat mu berjumpa dengan kematian Darah mu akan tumpah mengalir di antara akar-akar pepohonan Tubuh mu akan menanting mangkuk berisikan darah dan air mata Di punggung bumi belulang moyang kami berkubur: “Wanang aliku darah dika Wanang aliku sumangat dika” Oooo “Ku ilayakan sabilah Mandau sakilan tumatan gulu andika Ku susup dara...