Menafsirkan
kelabu
Burung-burung kian menabur dukasebatang pohon luruh menafsirkan peradaban
batangnya yang rapuh mengukir kelabu
akar-akar menyesak setiap dahak berbisik bersama sendu
Hujan sampaikan duka bersama kumbang dalam kumpulan asap yang pekat
terdengar bisikan bara sedang berfoya bersama api
deru abu menerbangkan senyum dan membusuk diudara
Entah apa yang dia hirup pagi ini
hanya serpihan tawa melebur menyisakan lara
debu menyeru ditanah yang gersang dengan seonggok nyawa menanam pengharapan
Tidak ada lagi rimbun yang angun
memanjakan pandangan hanya riuh bertandang bergumam suram
sentuhan di setiap jari-jari mengalirkan luka menjamah wajah yang usang
Angin turut menyapu dinding-dinding keheningan
terperanjat rintik hujan membawa kilatan pedang menhujam detik waktu yang terkulai di urat peradaban
dia melintas bersiul penuh kesedihan, tanah-tanah rekah mengalirkan air mata di balik bayang nirvana
Sedang aku hanya menjadi bangkai yang hidup di antara selah-selah pengharapan
menjadi saksi dari tirani, memandang akar batang sedang mengais sisa tangis
hingga kala itu, nyanyian terakhirmu menjadi fatwa yang hilang begitu saja
@setajam_pena, Banjarmasin, 2019
Komentar
Posting Komentar