Langsung ke konten utama



Dibalik gembur subur tanah borneo

Kita lihat tepat di permukaan tempat ibu tersenyum
Air yang menggenang dalam pelukan cakrawala
Senja tak lagi perang warna, dalam wajah langit jingga

Ombak semakin tinggi!
Menghempaskan daratan dan menyisakan buih
Sampah-sampah seakan menjadi sumpah serapah

Kita lihat lagi tepat di ujung pedalaman tempat ibu menari
Di dalam dekapan malam, di topang kilatan cahaya
Bersayapkan ranting dan daun
Berwajah adat dan budaya

Hidup dalam kehidupan
Berkedip untuk menghidupkan

Jika pohon dan ranting sudah hangus terbakar
Bunga tak lagi mekar, kumbang memilih mati
Dan burung yang terbang tak kembali pulang
Tanah-tanah rekah mengeluarkan nanah

O, meraka yang menjerit, terganggu di setiap tidurnya
Akibat ratusan truk, disambut dengan erang eksavator
Untuk mengangkut milyaran kubik belulang moyang kami

Saat tanah-tanah meratap rindu bercumbu dengan hujan
Burung-burung bingung melukis peradaban
Demi minyak-minyak industri, rela menggadaikan kebebasan
Garuda terbang tinggi menembus langit, hingga lupa pijakan kaki untuk pulang

Bekantan dan enggang serentak menangis,
Karna mencoba menatap masa depan
Sungai-sungai menjadi racun akibat limbah merkuri
Hijau nya hutan hanya menjadi lukisan dalam figura

Asap-asap pembakaran hutan menjadi malaikat pencabut nyawa
Bagi anak-anak pedalaman Kalimantan
Debu dan polusi menjadi santapan sehari-hari
Mereka mencoba menyiram bunga yang tumbuh luka
Tanah-tanah yang rekah membunuh benih padi dan pengharapan

Dan terciptalah lingkungan kami
Dengan sumber air dari air mata kita sendiri .



@setajam_pena (Banjarmasin ,18 september 2019)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Siul enggang Waja sampai kaputing ucapmu: dalam dekapan malam di topang kilatan cahaya bersayapkan ranting dan daun berwajah adat dan budaya Hidup dalam kehidupan berkedip untuk menghidupkan Jika pohon dan ranting jatuh di hempas angin daun tak lagi hijau, kumbang memilih mati dan burung yang terbang tak kembali pulang angka-angka berserakan Tempat menghadap Tuhan akan sepi bayi tak lagi mampu menghadap matahari tawa bersembunyi dalam lengkingan sunyi tubuh bergelempangan berenang dengan darah, di sudut jalan tanpa kafan Yaa apang yaa umang salammu kepada gagak suaramu di dalam selusup kayu pepatahmu mematah asa dimana kau berpijak di situ langit kau junjung Amarahmu di dalam kening bumi senyummu di dalam dekapan cakrawala tangismu bersembunyi di dalam tangisku diammu bersemayam bersama setiap nafasku Yaa apang ya umang acungkan sebilah mandau dalam laju punggung angin amarahku adalah amarahmu lukaku...
Senyum gadis manis Mencintai hutan meratus: Adalah meminang gadis manis Bersayap dalam rangkulan wajah alam Memandang rambut nya yang terjurai Menyibak kabut dari kedua mata nya Mencintai hutan meratus: Adalah engkau yang bahagia dalam puncak nya Duduk di atas singgahsana dengan jubah dan mahkota Mencintai hutan meratus: Adalah aku yang terus menari Di atas lembab nya kulit mu Terbuai dengan nyanyian alam yang semakin terasa Dan ketukan jantung ku akan semakin bernada Mencintai hutan meratus: Adalah sepasang merpati Yang berteduh di bawah pepohonan Setelah kedua sayapnya bercumbu dengan hujan Mencintai hutan meratus: Adalah dia seorang ibu Yang selalu merangkul anak nya Mengayun dalam setiap tidur mu Menyuguhkan kehangatan dalam setiap dingin mu   Lalu kita bagai gerombolan burung pipit Yang terbang, menari menembus langit Dan memandang gadis itu, mengukir peradaban @setajam_pena (Banjarmasin 17 juli 2019)
Tersenyum Di atas sebatang kayu mahkota nenek moyang ku di dasar batu-batu yang terukir peradaban di dalam belaian dahan-dahan yang menjadi saksi antara aku dan engkau Ku lukis keresahan ku di atas langit malam tanpa bintang tatapan bulan tanpa pernah berkedip serta ilalang yang tak pernah mengeluh maupun terus di hempas angin Aku kabarkan kembali kepadaku kepada jiwa yang hampir mati kepada rasa yang tak lagi mampu meraba kepada nafas yang tak lagi mampu di rasa kepada jantung yang tak lagi mampu bernada Aku ungkapkan kekesalanku di atas padang yang gersang kepada keindahan yang tak nyata kepada senyum yang pandai bersandiwara kepada hidup tanpa cinta @setajam_pena, puncak manjay 13 oktober 2019